Gondang, JendelaDesa.com- Proyek Rehabilitasi Puskesmas Kecamatan Gondang dengan nilai kontrak Rp. 220.320.00, yang bersumber dana dari APBD Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2022 yang dikerjakan Kontraktor Pelaksana CV. Pandawa yang beralamat di Desa Putren Kecamatan Sukomoro, diduga dalam pekerjaan asal – asalan.
Dalam pelaksanaan pembangun Proyek Rehabilitasi Puskesmas Kecamatan Gondang, dengan nama Program Pembangunan dan Kelayakan Bangunan Gedung, ini jadi sorotan masyarakat sekitar juga dari pihak Puskesmas itu sendiri, pasalnya, selain dalam pembangunan diduga asal – asalan, sejak dari mulai dikerjakannya proyek pembangunan Puskesmas Gondang, para pekerja tidak ada satupun yang memakai Alat Pelindung Diri (APD).
Salah satu warga yang enggan disebut namanya mengatakan kepada awak media, material yang digunakan dalam pembangunan Puskesmas Kecamatan Gondang, banyak digunakan material lama dengan kondisi memprihatinkan, seperti contoh banyak kayu yang keropos digunakan kembali, dan seharusnya itu di ganti” ujarnya.
“Alah mas paling itu disengaja oleh kontraktor , golek bati tok ( mencari untung saja) ” katanya.
Saat ditemui ditempat kerja dan terkait APD, salah satu pekerja asal Rejoso, dirinya mengatakan bahwa memang sejak awal tidak menerima APD, dan terkait adanya kayu yang keropos dipasang kembali, mengatakan kalau kayu yang dipasang kembali itu sudah diseleksi, dipilih yang bagus – bagus ” jelasnya.
“Tidak hanya kayu saja yang digunakan kembali, genting yang kondisinya masih layak juga digunakan kembali, ngak semua baru ” tambahnya.
Terkait adanya proyek yang dikerjakan tanpa memerhatikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Prayogo Laksono, S.H., M.H., selaku Pengamat Hukum asal Kabupaten Nganjuk pun angkat bicara, Ia menyesalkan kelalaian yang diduga dilakukan oleh pelaksana proyek atau kontraktor.
“Hal tersebut sudah jelas, setiap Perusahaan harus taat aturan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Kontruksi 02 Tahun 2017, Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ” jelas Prayogo Laksono.
Prayogo juga menjelaskan bahwa, manajemen K3 merupakan kewajiban yang diberikan sebagai jaminan keselamatan para pekerja.
“Pelaksana harus komitmen dan tanggungjawab, salah satunya adalah peralatan keselamatan pekerja, karena itu sudah tertuang dalam kontrak dan jelas anggarannya sudah ada dalam kontrak, jadi pelaksana tidak ada alasan untuk tidak mengutamakan keselamatan pekerjanya ” lanjut Prayogo.
Prayogo juga menyesalkan dengan kurangnya pengawasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk.
“Ini kan proyek dari Dinkes Kabupaten Nganjuk, semestinya Dinkes juga harus memberi contoh yang baik dengan turut mengawasi pekerjanya, harusnya bisa mengontrol pekerja agar memprioritaskan kesehatan dan keselamatan” ujarnya.
” Diterapkannya aturan mengenai K3 itu agar memberikan rasa aman dan nyaman saat melakukan pekerjaannya” tegasnya.
Disinggung terkait temuan warga yang menyatakan terdapat material kayu yang keropos, Prayogo Laksono menilai jika hal itu benar terjadi, maka tidak menutup kemungkinan usia pembangunan tersebut akan semakin singkat.
“Jika seperti itu, maka kegiatan tersebut telah melanggar perjanjian kontrak kerja yang telah disepakati dan terindikasi melakukan mark Up anggaran. Jika demikian ini tentu telah melanggar Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ” tambahnya.
“Pasal 7 UU 20 Tahun 2001 merujuk pada Pasal 387 dan Pasal 388 KUHP yang kualifikasinya adalah melakukan perbuatan curang bagi penyedia/kontraktor, ahli bangunan dan pengawas, sehingga membahayakan keamanan orang atau barang dan membahayakan keselamatan Negara” pungkas Prayogo.
(tim/gik)