Warga Kedungdowo Desak Kejari Nganjuk Usut Dugaan Pungli dan Ketidakterbukaan Dana PTSL 2024

Berita54 Dilihat

Nganjuk, JendelaDesa.com- Dua warga Desa Kedungdowo, Kecamatan Nganjuk, mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk untuk mempertanyakan perkembangan laporan dugaan ketidaktransparanan dan indikasi pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024 di desanya.

Salah satu warga, Agus, menyampaikan bahwa sudah tiga bulan berlalu sejak laporan disampaikan, namun belum ada tindak lanjut atau kejelasan dari pihak berwenang. “Kami datang ke sini untuk menanyakan perkembangan laporan yang kami ajukan tiga bulan lalu. Sampai hari ini belum ada penanganan yang jelas,” ujarnya.

Menurut Agus, dalam pelaksanaan PTSL, disepakati biaya sebesar Rp600 ribu untuk setiap bidang tanah, dengan total 975 bidang. Namun, ia mencurigai adanya kejanggalan dalam penggunaan dana tersebut. “Dari total dana yang terkumpul, tidak ada rincian sisa. Pihak desa menyebutkan dana habis untuk konsumsi senilai Rp106 juta. Tapi setelah saya konfirmasi ke warung, ternyata hanya habis Rp42 juta,” jelasnya.

Selain itu, Agus juga mempertanyakan adanya pungutan tambahan untuk proses pemecahan sertifikat waris yang disebut-sebut mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per kasus. “Biaya pecah waris itu tidak disampaikan di awal, dan besarannya tidak seragam. Ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat,” tambahnya.

Agus mengatakan bahwa pihak Kejaksaan menyampaikan kasus ini sudah dilimpahkan ke Inspektorat.

Kejari Nganjuk berwenang menangani berbagai perkara hukum, termasuk indikasi korupsi dan penyalahgunaan anggaran desa. Kedatangan warga ke kantor kejaksaan mencerminkan tuntutan agar aparat penegak hukum bersikap tegas dan serius dalam mengusut dugaan pelanggaran pada pelaksanaan program PTSL di desa mereka.

Warga berharap kasus ini dapat ditangani secara transparan dan tuntas, demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah dan pengelolaan dana publik di tingkat desa.