Menelusuri Jejak Sejarah Aryo Blitar: Dari Nilo Suwarno hingga Ki Ageng Sengguruh

Berita540 Dilihat

Blitar, JendelaDesa.com- Adanya pendapat menyebutkan bahwa Ki Ageng Sengguruh, merupakan patih atau saudara Nilo Suwarno pertama yang telah merebut kursi adipati Aryo Blitar, menjadi bahan diskusi dengan KH Heru Khoirudin, seorang ulama Blitar yang cukup intens mengikuti dan mencermati sejarah mulai masuknya agama dan budaya Islam dari timur tengah, zaman kolonialisme, pergerakan nasional, kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga reformasi.

KH Heru Khoirudin mengungkapkan sejarah perjalanan Nusantara pada saat ini carut marut, namun bila mana terjadi perbedaan pendapat tentang sejarah juga tidak perlu diperdebatkan, dikarenakan akses informasi sejarah yang diperoleh tidak selalu sama. Timbulnya perbedaan pengungkapan sejarah, selain tidak lengkapnya informasi yang diterima juga didasari dari sudut pandang dan orientasi yang berbeda.

Menyingkap khazanah runtutan sejarah Aryo Blitar, bersama KH Heru Khoirudin mengunjungi makam Ki Ageng Sengguruh yang berada di desa Aryo Jeding, kecamatan Rejotangan kabupaten Tulungagung pada Minggu (18/8). Makam yang terletak dekat aliran sungai Brantas, masih menyisakan material berupa batuan andesit yang terbentuk dari magma intermediet membeku, salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Blitar.

Menilik kembali dari beberapa tulisan menyebut Aryo Blitar sebuah simbol kekuasaan berbentuk kadipaten dan Nilo Suwarno sebagai adipati pertama sangat menarik untuk dikaji dan bila mencermati sejarah, kadipaten merupakan bagian dari struktur pemerintahan dan kepanjangan tangan kekuasaan Mataram dalam menjalankan pemerintahan di daerah, bukan hirarki kerajaan Majapahit.

Ditambah adanya beberapa karya tulisan menyebutkan bahwa peralihan kekuasaan yang mana pemimpin Aryo Blitar, Nilo Suwarno digulingkan oleh wakilnya Ki Ageng Sengguruh dan beberapa tahun kemudian Joko Kandung merupakan keturunan dari Nilo Suwarno berhasil merebut kembali kekuasaan yang pertama di pegang ayahnya, duduk kembali pemimpin Aryo Blitar yang ketiga.

Perlu mencermati kembali, Nilo Suwarno sebelum diangkat menjadi pemimpin resmi wilayah bawahan kerajaan Majapahit, merupakan orang yang dipercaya Raden Wijaya atau Dyah Wijaya membuka wilayah di Aryo Jeding untuk memastikan tidak ada sisa pasukan Mongol yang bersembunyi di wilayah tersebut, awalnya Raden Wijaya bekerja sama dengan pasukan Mongolia untuk menggulingkan Jayakatwang dari Kediri. Setelah Jayakatwang dikalahkan, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongolia yang masih berada di Jawa, serta memaksa mereka mundur, terjadi tahun 1293 dan pada tahun itu juga Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit.

Setelah Nilo Suwarno mengemban misi dari Raden Wijaya mendapat tugas memangku jabatan sebagai Natha (setingkat gubernur) atau Bhre (setingkat bupati) diperkirakan tahun 1295, namun hal tersebut belum bisa dipastikan karena tidak adanya literasi yang mendukung. Akan tetapi mengamati penugasan Nilo Suwarno mempunyai hubungan masa dengan Majapahit cukup erat, bila melihat jarak Aryo Jeding (wilayah Boyolangu) tidak jauh dari situs Selokajang (wilayah Aryo Blitar) yang disimpulkan ahli-ahli yang melakukan penelitian, bahwasanya situs Selokajang merupakan peninggalan kerajaan Majapahit, dengan ditemukannya arca dan candi, serta sisa-sisa batu merah dan besar kemungkinan berasal dari masa kerajaan Singosari maupun Majapahit.

Sementara penyebutan ” Ki ” untuk orang yang dihormati tidak pada kerajaan Majapahit, akan tetapi merujuk sosok dihormati yang biasanya memiliki peran penting di Mataram maupun Demak. Penyebutan tokoh Ki Ageng Pamanahan, setelah berhasil membuka hutan Mentaok, yang kemudian menjadi cikal bakal kesultanan Mataram. Begitu juga Ki Ageng Pengging juga mempunyai sejarah awal berdirinya kesultanan Demak.

Bergesernya para penguasa wilayah – wilayah di bawah kendali kerajaan Majapahit, bebarengan dengan runtuhnya Majapahit yang sebelumnya mengalami konflik dengan Demak mulai perang Trowulan di pimpin Raden Patah pada tahun 1478, dan Majapahit belum bisa dikuasai.Dilanjutkan Pati Unus, putra Raden Patah pada tahun 1518 melanjutkan penyerangan kembali ke Majapahit, sempat menguasai meskipun sementara waktu.Namun di tahun 1527, Sunan Kudus berhasil mengalahkan Majapahit dan berakhirnya kekuasaan Majapahit di Jawa, hingga berdirinya kerajaan – kerajaan Islam di Jawa.

Kelanjutan diskusi, masih mencari kejelasan seputar kepemimpinan Aryo Blitar Nilo Suwarno orang kepercayaan Raden Wijaya ( 1293 ), yang telah digulingkan oleh patihnya Ki Ageng Sengguruh, bila merujuk sebutan ” Ki Ageng ” kemungkinan besar orang Demak yang ikut meruntuhkan kekuasaan Majapahit ( 1527 ).Bila dihitung jarak waktu antara Nilo Suwarno dengan Ki Ageng Sengguruh 234 tahun. Dan ini belum mengkaji tokoh Nusantara Joko Kandung putra Nilo Suwarno.(Ans).