Dinilai Janggal, Anggota DPRD PKB Soroti Kebijakan Walikota yang Diusung Partainya Sendiri

Berita21 Dilihat

Blitar, JendelaDesa.com – Ketidakharmonisan pasangan walikota Syauqul Muhibin dan wakil walikota Blitar Elim Tyu Samba yang sempat mencuat dalam sepekan, masih terus menjadi tema perbincangan di berbagai kalangan, terutama di masyarakat kota Blitar. Dalam pemberitaan, retaknya hubungan pasangan kepala daerah hasil pemilihan umum kepala daerah 2024 kota Blitar, dipicu dengan persoalan dibatasinya wewenang wakil walikota serta tidak dilibatkannya dalam pengambilan kebijakan – kebijakan pemerintah daerah yang strategis. Dan dengan sangat terbatasnya bahkan tidak adanya wewenang, figur wakil kepala daerah dianggap hanya sebuah simbol pelengkap semata di sistem pemerintahan daerah.

Disampaikan pemerhati politik kota Blitar Arif Kurniawan, S.Sos, bila kondisi tersebut dibiarkan berlarut, tidak menutup kemungkinan ketidakselarasan antara walikota dengan wakil walikota berpotensi akan melahirkan konflik, yang mana pasangan kepala daerah akan disibukkan dengan urusan egoistis masing – masing dan dampak yang ditimbulkan, permasalahan substansial untuk kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas bakal terabaikan. Menurutnya konflik antar pasangan kepala daerah seharusnya tidak terjadi, dimana dalam pandangan Arif Kurniawan pertikaian akan membuahkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpin di pemerintahan daerah setempat, bahkan juga sangat rentan timbulnya persepsi terhadap pemimpin yang dianggap lebih mementingkan individualitas daripada kepentingan masyarakat.

“Pasangan kepala daerah setelah dilantik seharusnya berpacu untuk mewujudkan visi dan misi kepala daerah dengan tindakan nyata sesuai misinya untuk mencapai tujuan jangka panjang.Perseteruan yang terjadi sudah seharusnya disudahi, dan saatnya menunjukkan tindakan nyata untuk masyarakat. Kalau dulu saat maju adem dan rukun, namun setelah dilantik kenapa justru tidak harmonis, masyarakat bertanya ada apa. Jadi tidak keliru bila masyarakat menilai walikota dan wakil walikota lebih mementingkan pribadinya dibanding kepentingan masyarakat.” terang Arif Kurniawan (28/10).

Selain perselisihan walikota dan wakil walikota Blitar, ditanya adanya desakan dari salah satu anggota badan anggaran (Banggar) DPRD Kota Blitar terhadap walikota Blitar untuk secepatnya mengoptimalisasi pemanfaatan idle cash atau dana nganggur 191,92 miliar dari APBD tahun anggaran 2025 yang dianggap oleh beberapa kalangan sebagai rangkaian politisasi untuk menekan kepala daerah. Menjawab pertanyaan Harian Forum.com, Arif Kurniawan mengemukakan, terlalu jauh hal tersebut dijadikan sebuah upaya politisasi penekanan terhadap walikota Blitar, dan menurutnya apa yang dilakukan oleh salah satu anggota badan anggaran DPRD Kota Blitar dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), semata menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat dalam pengawasan.

Pernah maju sebagai bakal calon wakil bupati Blitar melalui Partai Kebangkitan Bangsa, Arif Kurniawan menyampaikan bahwa anggota DPRD memiliki fungsi sebagai legislasi, pengawasan dan anggaran, dimana salah satunya anggota DPRD mempunyai kewenangan untuk
meminta pertanggung jawaban terhadap penggunaan anggaran kepada kepala daerah. Yang dilakukan anggota DPRD, merupakan bagian dari fungsi pengawasan untuk memastikan akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal tersebut merupakan bagian sistem pengawasan serta keseimbangan antar lembaga pemerintahan untuk mencegah terpusatnya kekuasaan.

“Yang perlu dipahami bahwa penyelenggara pemerintah kota tidak hanya walikota dan wakil walikota, tetapi penyelenggaraan pemerintah daerah dijalankan bersama DPRD. Maka sangat perlunya dibangun kolaboratif antara pemerintah daerah dan DPRD. Kepala daerah mempunyai tugas sebagai pelaksana, sementara DPRD bertindak sebagai mitra penganggaran, pengawas dan penyalur aspirasi rakyat. Dengan sinergitas ini memastikan bahwa pembangunan yang direncanakan dapat berjalan secara efektif, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.” jelasnya.

“Yang menarik di kota Blitar ini, walikotanya berangkat dari PKB dan di legislatif PKB mempunyai lima kursi. Maka kalau ada pemberitaan serangan anggota DPRD dari PKB kepada walikota dari PKB, menurut pemikiran kami tidak mungkin, ya jauhlah. Anggota badan anggaran dari PKB kemarin itu menyampaikan pertanyaan kepada walikota terkait anggaran yang belum atau tidak digunakan, dan meminta secepatnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan menyerang. Yang kami pahami, anggota DPRD secara personal atau individu memiliki hak mengajukan pertanyaan kepada pemerintah atau kepala daerah tentang rincian serta pelaksanaan anggaran.” pungkas Arif Kurniawan S.Sos.(Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *