Blitar, JendelaDesa.com – Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke -70 diselenggarakan di Blitar pada Sabtu (1/11) mengingatkan kepada anak bangsa akan perjalanan sejarah, bahwasanya Indonesia mempunyai pengaruh besar di panggung politik dunia atas langkah diplomatik global yang diambil, hingga mampu menyatukan negara – negara Asia dan Afrika, disaat periode perang dingin antara blok barat dan blok timur.
Digelar pada tanggal 18 sampai 25 April 1955, lahirnya Konferensi Asia Afrika digagas perdana menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo, bersama perdana menteri Pakistan Muhammad Ali Bogra, perdana menteri India Jawaharlal Nehru, perdana menteri Sri Lanka Sir John Lionel Kotelawala dan perdana menteri Myanmar U Nu.
Indonesia merupakan tuan rumah, konferensi digelar di Gedung Merdeka Bandung, dihadiri para delegasi dari negara Pakistan, India, Sri Lanka,
Myanmar, Mesir, Liberia, Yordania, Arab Saudi, China, Afghanistan, Ethiopia, Siprus, Ghana, Iran, Irak, Filipina, Kamboja, Laos, Lebanon, Libya, Nepal, Thailand, Turki, Vietnam Utara Vietnam Selatan, Yaman, Sudan, Jepang dan Suriah.
Dalam konferensi di Bandung, Presiden Republik Indonesia Ir Sukarno yang juga dikenal Bung Karno selain sebagai pemrakarsa dan pemimpin yang membuka konferensi Asia Afrika, merupakan arsitek terselenggaranya pertemuan selain untuk memperkuat kerja sama bidang ekonomi, sosial serta budaya negara – negara Asia dan Afrika, juga pelopor perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme, serta mendukung negara – negara yang berjuang dalam mencapai kemerdekaan, berpidato mengambil judul “Let a New Asia And a New Africa be Born” atau lahirlah Asia Afrika baru.
Menjadi penting bagi generasi penerus bangsa terutama generasi muda, bahwa Konferensi Asia Afrika tahun 1955 telah melahirkan Dasasila Bandung, menjadi dasar berdirinya Gerakan Non – Blok di Beograd tahun 1961, dengan tidak berpihak blok manapun saat terjadi ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dihelat di Perpustakaan Bung Karno yang berada di kompleks Makam Bung Karno (MBK), Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri menjadi keynote speaker atau pembicara utama dalam seminar internasional yang mengambil tema ‘Bung Karno in a Global History: Commemorative Seminar of the 70th Anniversary of the 1955 Bandung Asian – African Conference’. Sebelum kembali ke Jakarta, putri Bung Karno berziarah ke makam ayahnya yang didampingi beberapa pengurus partai dan kepala daerah maupun wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan.
Mendampingi Presiden Republik Indonesia kelima, usai berziarah ke makam Bung Karno Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, kepada wartawan menuturkan dalam seminar internasional, Megawati Soekarno Putri menyampaikan perjalanan sejarah 7 dekade konferensi Asia Afrika dengan memberikan pandangan visi internasional Bung Karno dengan terbangunnya tata dunia baru, membangun peradapan yang bebas dari imperialisme dan kolonialisme.
“Ibu Megawati Soekarno Putri menjadi keynote speaker perjalanan 70 tahun konferensi Asia Afrika yang menggambarkan visi internasional Bung Karno dengan terbangunnya tata dunia baru. Dan dari konferensi Asia Afrika itu peradaban dunia dibangun dimana Indonesia dan Bung Karno mempunyai peran besar dengan nilai – nilai kemanusiaan, Pancasila sebagai plan dalam tata dunia baru dalam membangun peradapan yang bebas dari imperialisme dan kolonialisme. Konferensi Asia Afrika merupakan program de kolonialisasi yang pertama, diikuti 29 negara, mampu merubah sejarah dunia sehingga Indonesia atas kepemimpinan ini, dengan mengambil spirit Dasasila Bandung untuk kepentingan Indonesia bagi dunia. Pesan ibu Megawati Soekarno Putri kepada anak – anak muda agar memahami geo politik, memahami seluruh spirit tentang perjuangan para pemimpin bangsa yang tidak mudah berjuang untuk nilai kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan.” tutur Hasto Kristiyanto.
Di waktu dan tempat yang berbeda, Yanu Indriyantoro penggiat klas Bung Karno diminta pendapatnya tentang perlunya penguatan ajaran Bung Karno seiring dengan masuknya ideologi dan budaya asing melalui teknologi internet yang rawan menyasar generasi muda hingga berdampak menjauhnya dari nilai Pancasila. Kepada Harian Forum.com Yanu Indriyantoro menyampaikan, Pancasila tidak hanya cukup dipahami, akan tetapi juga dihayati nilai – nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, diimplementasikan dalam bermasyarakat, berbangsa juga bernegara.
Yanu menambahkan bila masyarakat terutama generasi muda tidak bijak menggunakan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, dirinya berpandangan dengan menandaskan hal tersebut sangat mampu mengikis nilai – nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menyebarnya disinformasi, masuknya dogma juga budaya asing yang tidak selaras dengan Pancasila secara masif, hingga rentan timbulnya paham radikalisme yang memicu terjadinya polarisasi di masyarakat, dan sangat memungkinkan menjadi ancaman keutuhan bangsa dan negara.
“Ajaran Bung Karno yang saya maknai Pancasila ini wajib senantiasa diajarkan di seluruh gen Z dan gen Alpha. Kenapa, kita ini menghadapi masa depan benar – benar luar biasa pesat melalui internet, juga media sosial, dimana disebut perkembangan yang tidak memihak persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga kita ini berturut – turut dengan teman kita yang mengaku kader nasionalis, ingin sak klungsu melu udu, untuk mengingatkan kembali pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.Jangan mudah diprovokasi, jangan mudah menerima informasi hoaks yang belum tentu kebenarannya. Sekali lagi ajaran Pancasila, ajaran Bung Karno kepada anak muda itu wajib hukumnya, bisa diajarkan hingga paripurnanya negara kesatuan Republik Indonesia ” tandas Yanu Indriyantoro.(Ans).
