
JendelaDesa.com – Komisi III DPR RI dan Pemerintah menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna. Persetujuan ini diambil dalam rapat pleno RUU KUHAP yang digelar pada Kamis (13/11/2025).
Wakil Ketua Advokat Lingkar Nusantara (Advokat LISAN), Erlan Nopri mendukung dan mengapresiasi keputusan DPR RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU KUHAP. Menurutnya, revisi KUHAP ini adalah momentum bersejarah sebagai upaya pembaharuan dan pembenahan sistem hukum acara Pidana.
“Kita mendukung dan mengapresiasi keputusan DPR RI dan Pemerintah yang telah menyetujui naskah revisi KUHAP. Ini adalah momentum bersejarah setelah sekian lama kita terbelenggu oleh sistem hukum acara peninggalan kolonial” Ujarnya.

Erlan Nopri menegaskan revisi KUHAP ini dalam rangka modernisasi sistem hukum yang lebih adil dan humanis. Selain itu, revisi KUHAP untuk penyelarasan hukum acara pidana dengan KUHP yang mulai berlaku Januari 2026.
“Revisi KUHAP ini kan sebagai konsekuensi hukum dari adanya KUHP baru yang mulai berlaku Januari 2026. Pemerintah dan DPR melakukan modernisasi sistem hukum yang lebih adil dan humanis. Jadi, tidak ada alasan untuk menunda apalagi menolak” Ujarnya.
Menurut Erlan, pembenahan sistem hukum harus ditopang dengan perbaikan hukum acara, karena kerusakan sistem hukum itu juga diakibatkan oleh hukum acara yang tidak adil dan menindas.
“Kalau kita menghendaki perbaikan sistem hukum, maka hukum acaranya harus benar dulu. Karena hukum acara itu berkelindan dengan bagaimana hukum itu ditegakkan. Hukum yang baik hanya bisa ditegakkan dengan hukum acara yang benar” Tutur Erlan.
Ia juga menyoroti 14 substansi yang disetujui untuk dibawa ke dalam rapat paripurna DPR RI. Menurut Erlan, 14 substansi penting itu bertujuan untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak warga negara dalam proses hukum, meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, penguatan peran advokat serta memperluas penerapan keadilan restoratif.
“Kalau kita pahami secara seksama, 14 poin subtansi revisi KUHAP ini nafasnya adalah due process of law yang lebih adil dan equal. Sebagai praktisi hukum, kami mengerti betul bagaimana KUHAP lama bercokol pada sistem hukum kolonial” ungkapnya.
Erlan Nopri juga menyampaikan keheranannya terhadap beberapa pihak yang mengatasnamakan diri sebagai gerakan sipil tapi menolak revisi KUHAP.
“Terus terang saya heran dan bertanya-tanya, mengapa masih ada segelintir pihak yang mengatasnamakan diri gerakan sipil, tapi menolak revisi KUHAP. Seharusnya kita mendukung revisi KUHAP ini. Karena wacana revisi KUHAP ini telah tercetus sejak puluhan tahun lalu. Jadi, kalau saya simpulkan, orang-orang ini terlalu nyaman dengan sistem hukum kolonial yang menindas” Tutupnya.
(red)
