Kenaikan Harga Material Tambang di Nganjuk Picu Protes Sopir Truk, Pemerintah Daerah Bungkam

Berita88 Dilihat

Nganjuk, JendelaDesa.com- Kenaikan harga material tambang di Kabupaten Nganjuk, yang diumumkan oleh Persatuan Pengusaha Tambang Nganjuk pada 7 Februari 2025, memicu gelombang protes dari sopir dump truk dan pelaku usaha transportasi.

Kebijakan tersebut mengatur harga urukan sebesar Rp 250.000 per rit untuk dump truk kecil dengan kapasitas 6-8 m³, yang berlaku hingga April 2025, namun, banyak pihak yang mengeluhkan kenaikan ini karena tidak ada sosialisasi yang jelas maupun alasan yang mendasarinya.

Arif Wibowo, Ketua Asosiasi Tambang, menyatakan bahwa harga yang melonjak hingga Rp 300.000 per rit membuat sopir truk merugi. “Biaya operasional kami semakin tinggi, kami bingung harus mengikuti asosiasi yang mana karena tidak ada perubahan harga resmi dari pemerintah,” ungkapnya.

Sedangkan Pemerintah Kabupaten Nganjuk sendiri merasa tidak dilibatkan dalam kebijakan ini.

Yudi Ernanto, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Nganjuk, mengonfirmasi bahwa, pihaknya belum menerima informasi resmi mengenai perubahan pengurus atau kebijakan kenaikan harga tersebut. “Kami belum mendapatkan pemberitahuan atau laporan resmi mengenai hal ini,” ujar Yudi.

Kenaikan harga material tambang ini berpotensi berdampak pada sektor konstruksi, dengan tarif angkut yang lebih tinggi akan mempengaruhi harga jual material kepada konsumen, termasuk kontraktor dan masyarakat. Beberapa pihak khawatir, jika situasi ini berlarut-larut, daya beli masyarakat bisa menurun, bahkan bisa memperburuk persaingan usaha yang tidak sehat.

Melihat situasi yang berkembang, para sopir dan pelaku usaha mendesak pemerintah daerah untuk turun tangan dengan memperjelas regulasi dan membuka dialog terbuka antara asosiasi tambang, pemerintah, dan pelaku usaha lainnya. “Kami hanya ingin kepastian dan aturan yang jelas. Tanpa itu, kami yang di lapangan yang akan merasakan dampaknya,” tegas salah satu sopir yang tidak ingin disebutkan namanya.

Kenaikan harga material tambang yang mendadak dan kurangnya transparansi dalam pengambilannya menunjukkan perlunya intervensi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil dan melibatkan semua pihak terkait.

Pemerintah daerah diharapkan dapat segera merespons dan mencari solusi yang dapat menenangkan keresahan yang berkembang di masyarakat.

( red/ gik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *