Diskominfo Nganjuk Enggan Buka Anggaran Iklan 2025, Dituding Tak Transparan

Berita207 Dilihat

Nganjuk, JendelaDesa.com- Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Nganjuk menjadi sorotan publik usai enggan mengungkap nilai anggaran belanja jasa iklan, reklame, film, dan pemotretan untuk tahun anggaran 2025. Padahal, informasi tersebut tergolong sebagai informasi publik yang wajib diumumkan secara terbuka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Statistik dan Pengelolaan Informasi Publik Diskominfo Nganjuk, Hari Purwanto, berdalih bahwa informasi anggaran hanya bisa diakses melalui mekanisme resmi permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

“Permohonan harus dilampiri identitas. Bila atas nama pribadi, wajib menyertakan KTP. Jika mewakili lembaga, harus disertai akta pendirian yang disahkan Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, tujuan permintaan informasi harus dijelaskan secara rinci,” ujar Hari, Rabu (22/5).

Namun, saat ditanya apakah prosedur tersebut juga berlaku bagi jurnalis yang menjalankan tugas peliputan, Hari enggan memberikan jawaban. Sikap bungkam ini menimbulkan tanda tanya terkait komitmen Diskominfo terhadap prinsip transparansi anggaran publik.

Sikap tertutup itu lantas menuai kritik dari sejumlah pihak. Aktivis antikorupsi dari LSM FAAM Nganjuk, Achmad Ulinuha, menilai ketertutupan tersebut sebagai langkah mundur dalam tata kelola pemerintahan yang akuntabel.

“Anggaran pemerintah, apalagi yang dipakai untuk kepentingan publik seperti jasa iklan, wajib diumumkan. Diskominfo seharusnya menjadi pionir transparansi, bukan malah menutup-nutupi,” tegas Ulinuha.

Menurutnya, permintaan informasi terkait belanja iklan tidak seharusnya dikategorikan sebagai data strategis atau rahasia negara. “Kalau tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus ribet? Ini bukan uang pribadi pejabat, tapi uang rakyat. Harus bisa diawasi,” ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa prosedur berbelit bisa menjadi penghambat partisipasi publik dalam mengontrol penggunaan anggaran. “Keterbukaan informasi itu hak masyarakat, bukan belas kasihan birokrasi. Semakin ditutup, semakin wajar publik curiga ada yang tidak beres,” tambahnya.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan informasi publik, Diskominfo justru dinilai abai terhadap amanat UU KIP. Jika tidak segera membenahi sikap tertutup ini, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik akan terus merosot.

( red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *