Malam Satu Suro, Tradisi Spiritual Masyarakat Blitar di Pantai Serang

Berita260 Dilihat

Blitar, JendelaDesa.com – Bagi sebagian masyarakat yang masih memegang ajaran filsafat Jawa, tanggal 1 Muharam bertepatan dengan tanggal 1 Suro merupakan sebuah momentum keramat.Tahun baru pada penanggalan Jawa yang dibuat Sultan Agung Prabu Hadi Hanyokro Kusumo, malam satu Suro diyakini terkonsentrasinya energi spiritual, terbukanya gerbang – gerbang dunia imaterial serta turunnya para leluhur ke dunia, yang dipercaya waktu terbaik dalam menjalankan lelaku spiritual untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, Gusti kang murbeng dumadi atau penentu nasib semua mahluk.

Kultur mataraman wetan pada masyarakat Blitar, menyambut datangnya tahun baru diekpresikan dengan berbagai gelaran tradisi – tradisi mulai membuat bubur suro, baritan, ruwatan hingga kirab budaya. Juga secara individu, malam satu suro digunakan lelaku spiritual baik meditasi, tapa bisu maupun tuguran sebuah lelaku menjaga mata dan kesadaran mulai tenggelam hingga terbitnya matahari.

Pantai Serang menjadi salah satu tempat tujuan suluk atau jalan spiritual bagi warga yang masih kental dengan akulturasi antara tasawuf dengan tradisi lelaku masyarakat Jawa.Menjelang terbenamnya matahari di pantai laut selatan yang tidak lepas dari mitologi Ratu Laut Kidul yang dikenal ratu para lelembut tanah Jawa, para pelaku ritual mulai berdatangan.Dan seiring berjalannya waktu, mendekati tengah malam hampir semuanya duduk di pinggir pantai, sebagian besar diam dalam kondisi meditasi, namun ada beberapa yang melantunan tembang mocopat dengan lirih dalam suasana gelap diiringi suara deburan ombak.

Tidak sedikit datang bersama keluarga kerabat maupun komunitas ritual, biasanya sampai di pantai Serang pada sore hari menjelang pergantian tahun Jawa.Bukan pukul 00.00, namun dalam candrasengkala, pergantian hari dihitung mulai dari terbenamnya matahari, sama dalam sistem kalender Islam yang mana pergantian hari juga dimulai Maghrib atau matahari terbenam.

Tradisi malam satu Suro mungkin bisa dikatakan rangkaian ritual nyadran atau ziarah di pantai selatan, sebuah tradisi yang berusia ratusan tahun dimana masih banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat, dengan tujuan menghormati para leluhur, tidak terkecuali kepada sosok Kanjeng Ratu Kidul atau lebih dikenal Nyai Roro Kidul yang dipercaya sebagai penguasa laut di sebelah selatan bentangan pulau Jawa.

Digali dari berbagai literasi, Kanjeng Ratu Kidul atau lebih dikenal Nyai Roro Kidul merupakan sosok supranatural diceritakan turun temurun berasal dari kepercayaan prasejarah animisme, kepercayaan sebelum datang pengaruh ajaran Hindu dan Budha.Dipercaya oleh sebagian masyarakat menguasai laut selatan dalam mitos Sunda dan Jawa, Nyai Roro Kidul ratu diilustrasikan memiliki wajah cantik jelita, menjadi simbol kekuatan alam di laut selatan Jawa dengan ombak dan badai yang ganas bahkan gelombang tsunami yang besar, kemungkinan dengan kekuatan alam tersebut melahirkan rasa hormat.Penghormatan yang sama juga terhadap Dewi Sri, perempuan cantik yang dipuja oleh sebagian masyarakat sejak zaman prasejarah sebelum adanya pengaruh Hindu – Budha di pulau Jawa dan dipercaya membawa kemakmuran, kekayaan serta keberuntungan .(Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *