GPN Blitar Soroti Kerja Sama Perdagangan Kota Blitar–DKI, Tekankan Pentingnya Kontinuitas Produksi dan SDM

Berita232 Dilihat

Blitar, HarianForum.com – Terkait langkah yang diambil oleh pemerintah kota Blitar dalam kerja sama di bidang perdagangan dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta, koordinator Gerakan Petani Nusantara (GPN) Blitar Raya Choirul Anam mengungkapkan, memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman yang dilakukan walikota Blitar Syauqul Muhibin dengan Pramono Anung gubernur DKI Jakarta bahwasanya kota Blitar berkomitmen memasok produk lokal pertanian, peternakan, perikanan, serta produk unggulan usaha mikro kecil dan menengah ( UMKM ), mempunyai tujuan selain memperluas jaringan perdagangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Blitar menurut pandangannya sebuah keputusan yang strategis.

Namun begitu Choirul Anam mengaku masih belum mengetahui kejelasan bagaimana mekanisme distribusi produk lokal pertanian, peternakan dan perikanan dengan melihat faktor dari sisi geografis, bahwasanya kota Blitar mempunyai luas wilayah 32,57 km² dengan luas lahan untuk potensi pertanian kurang dari 1.000 hektare serta seberapa jauh persiapan sumber daya manusia (SDM) tidak hanya keterampilan yang dimiliki petani, namun juga keahlian, pengalaman hingga pengetahuan tentang pertanian, peternakan dan perikanan.

Dikemukakan Choirul Anam, pertanian perkotaan mempunyai tantangan selain keterbatasan lahan pertanian, juga seberapa kuat keinginan warga dalam mengimplemetasikan pertanian perkotaan atau urban farming, serta dukungan pemerintah secara penuh tidak hanya persoalan penyediaan bibit dan peralatan pertanian, akan tetapi juga dukungan optimalisasi pelestarian lahan pertanian berkelanjutan dengan diberikannya insentif untuk petani perkotaan.

“Sah-sah saja kalau pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan daerah lain, termasuk ke provinsi Jakarta dengan potensi produksi pertanian lokalnya, hanya saja yang menjadi pertanyaan itu, tujuan dari kerjasama tersebut saya yang kurang paham. Melihat wilayah kota Blitar lahan pertanian itu sempit kurang dari seribu hektar, makanya kalau hanya berkutat pada produksi pangan, jelas kontinuitas tidak akan mungkin berjalan. Dan yang perlu diingat dalam kerjasama, komitmen yang paling utama itu kontinuitas produksi untuk pasokan,” ungkap Choirul Anam.

“Tanpa kontinuitas, ini sangat berpeluang terjadinya kegagalan kerjasama, namun bila tidak ingin terjadi kegagalan permasalahan lahan yang minim, harus dikelola secara optimal, dengan inovasi misalnya memanfaatkan teknologi pertanian vertikal atau mungkin hidroponik.Agar dapat melakukan distribusi secara kontinuitas misalnya sayur mayur, ya dilakukan pengelolaan lahan dengan hasil yang mempunyai nilai premium. Kalau orientasinya hanya dengan politik pasar, ya tidak ada bedanya, kerjasama atau tidak kerjasama. Kalau mengarah ke premium, ya harus dengan mengolah lahan yang sempit tetapi mempunyai nilai yang tinggi,” tambahnya.

Ketua P4S Ngudi Makmur melanjutkan penyampaiannya dengan menyinggung kemampuan pasokan produk lokal peternakan, dirinya berhitung kondisi perkotaan dengan keterbatasan ruang untuk kandang ternak dan persoalan pengelolaan limbah ternak yang dipastikan berpotensi terganggunya lingkungan sekitar. Begitu juga perikanan, meskipun kemungkinan dalam budidaya ikan masih bisa dilakukan dengan penerapan teknologi, akan tetapi menurutnya seberapa besar produksi untuk bisa memenuhi pasokan dalam kerjasama tersebut.

Disamping sempitnya lahan pertanian, persoalan ruang dan dampak lingkungan untuk peternakan serta kemampuan produksi perikanan memenuhi kerjasama, Choirul juga menyampaikan bahwa sangat perlunya pemerintah kota Blitar menyiapkan dan melibatkan sumber daya manusia atau SDM. Dikatakan, dilibatkan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam kebijakan tersebut, yang mana ketrampilan dan keahlian para petani kota Blitar petani kota Blitar diupayakan lebih ditingkatkan dan masyarakat didorong serta difasilitasi untuk bertani salah satunya dengan memanfaatkan program yang memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pembangunan di tingkat Rukun Tetangga atau RT.

“Katakanlah 20 persen dana dari program RT Keren atau sekarang RT SAE, digunakan untuk meningkatkan SDM di bidang pertanian. Dikota Blitar ada P4S, itu bisa menjadi motor penggerak, namun di kota Blitar keterlibatan P4S di pertanian sangat kurang. Kalaupun ada, misalnya salah satu P4S yang berada di kota Blitar, pesertanya lebih banyak berasal dari luar kota Blitar. Nanti bisa setiap RT mengirimkan beberapa warga ke P4S mengikuti program pemberdayaan, untuk dilatih sehingga kemungkinan besar ini yang bisa menjadi dukungan berjalannya kerjasama. Tetapi kalau tidak dilakukan ya hanya untuk memenuhi syarat birokrasi bahwa pemda telah memenuhi saja,” tandas Choirul.

“Untuk distribusi atau pasokan komoditas pertanian dengan mengambil dari luar daerah itu boleh saja, dan ini memenuhi kerjasama. Tetapi apakah dengan langkah ini menjadikan warga kota Blitar hanya sebagai penonton saja, tidak memperoleh kemanfaatan dari kerjasama yang telah dilakukan pemerintah. Dengan mengembangkan pertanian perkotaan, menjadi sebuah dukungan bagi petani lokal untuk berperan dan bisa menciptakan lapangan kerja baru, sehingga menguatkan ekonomi lokal dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat kota Blitar,” pungkasnya.(Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *