Blitar, JendelaDesa.com – Wahyu Makutarama merupakan kisah dalam pewayangan yang menceritakan perjalanan Arjuna, sosok yang memiliki watak bijaksana, sopan, pandai, pendiam serta melindungi kaum yang lemah, menerima ajaran Astabrata dari Begawan Keswasidi, yang tidak lain penjelmaan Prabu Kresna.Ajaran Astabrata merupakan konsep pemikiran ideal bagi pemimpin dalam kultur masyarakat Jawa, dengan mengedepankan delapan watak seorang pemimpin yang disimbolkan Bantala (Bumi ), bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat memelihara, melindungi, dan mengayomi.
Selain itu dalam Astabrata, modal pemimpin juga harus memiliki sifat Surya ( Matahari ) gambaran energi positif, inspirasi, dan semangat kepada rakyatnya diberikan oleh pemimpinnya, Agni (Api) melambangkan semangat tanggung jawab, Baruna ( Samudra ) keluasan berfikir dan kebijaksanaan yang mendalam, Indra ( Langit ) simbol mempunyai cita – cita yang tinggi, menjunjung keadilan, dan keluasan wawasan.
Sedangkan Bayu (Angin) mempunyai arti bahwasanya pemimpin harus memberikan informasi secara terbuka, cepat beradaptasi serta bijak dalam berkomunikasi.Begitu juga makna Candra ( Bulan ) selalu mempertimbangkan aspek emosional dan membangun hubungan yang positif dan bertanggung jawab dengan orang lain dalam tindakannya, serta Kartika ( Bintang ), bahwa pemimpin menjadi panutan atau tauladan yang mempunyai keteguhan, pedoman, dan arah yang jelas bagi yang dipimpin.
Lebih jelasnya kebijaksanaan budi pekerti pemimpin wilayah atau raja yang sempurna, bisa diperoleh dalam pagelaran seni wayang kulit Ki Dalang Deni Sableng dari Slorok Garum Blitar dengan mengambil lakon ” Wahyu Makutarama”, bertempat di kantor desa Tuliskriyo Jl Raya Blitar-Tulungagung, desa Tuliskriyo, kecamatan Sanankulon, kabupaten Blitar.
Dalam pagelaran wayang kulit yang digelar pada Jum’at tanggal 5 September 2025, selain keindahan lantunan merdu tembang-tembang oleh sinden yang anggun, juga akan dihibur bintang tamu Cak Bajol dan Ijo Ambon.(Ans).
