Nganjuk, JendelaDesa.com- Pembangunan drainase memiliki peranan penting di kawasan berpenghuni. Termasuk di antaranya mengurangi kemungkinan banjir, mengendalikan permukaan air tanah, erosi tanah, dan mencegah kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
Itu semua dapat terwujud apabila pengerjaanya sesuai dengan harapan dan ketentuan standar konstruksi serta Rancangan Anggaran Biaya (RAB).
Seperti halnya di Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan/Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Sepanjang lebih dari 100 meter terlihat pengerjaan pembangunan drainase baru.
Untuk mencapai fungsi di atas, dirasa cukup berlebihan. Pasalnya banyak material lama yang digunakan kembali.
Selain itu, banyak kejanggalan lainnya yang turut mengiringi. Di antaranya, papan informasi diduga terjadi kesalahan, kantor perusahaan diduga fiktif, dan ditemukan material yang diduga tidak sesuai spesifikasi.
1. Pengakuan Pekerja Saluran Drainase Kelurahan Kartoharjo
Kemudian, dari seluruh pekerja yang ditemui kontributor Djavatimes di lokasi pengerjaan, tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui nama perusahaan tempat dia bekerja. Para pekerja juga tidak mengetahui besaran anggaran yang dikeluarkan untuk pengerjaan saluran drainase tersebut. Yang mereka tahu, hanyalah nama pemilik garapan tersebut.
Sebagian (menggunakan material lama). Saya tidak tahu nama perusahaannya. Saya hanya tukangnya Mas Koko, beber salah satu pekerja yang mengaku bernama Darmani.
Menyoal penggunaan material lama, Darmani mengaku tidak tahu menahu. Dia bersama rekan pekerja yang lain hanya mengikuti perintah atasan, yakni Koko.
Iya, (material lama) disuruh fungsikan kembali, lanjut Darmani.
2. Pengakuan Koko
Dikonfirmasi terpisah, Koko tidak menampik jika dirinya terlibat dalam pengerjaan saluran drainase di Kelurahan Kartoharjo.
Dikatakan Koko, ketidaktahuan pekerja dengan nama perusahaan tempat dia bekerja tidak jadi persoalan. Baginya hal tersebut merupakan hal yang lumrah.
Bagi saya, tidak tahu (nama perusahaannya) ya tidak apa-apa. (Satu pun tidak ada yang tahu) tidak apa-apa, ungkap pria yang mengaku bernama Koko.
Sementara terkait kesalahan penulisan nominal di papan informasi, dia berdalih merupakan kesalahan pengetikan. Meskipun demikian, dia mengaku tetap menggunakan papan informasi hingga kemarin pukul 15.50 WIB.
Iya (sampai detik ini), ini nanti diganti, bebernya.
Sedangkan ditemukannya material yang tidak sesuai spesifikasi, Koko beralasan bahwa material tersebut sudah diangkut kembali dan tidak jadi digunakan.
Sudah diangkut kembali, ucap Koko.
3. Pria Lainnya Ikut Menjawab
Ditanya soal dugaan kantor yang diduga fiktif, Koko tidak meresponnya. Hanya saja, pertanyaan itu langsung dijawab pria lainnya yang mengaku bernama Ari dan sebagai pemilik perusahaan CV Multi Tunas Mandiri.
Kalau itu juga alamat rumah. Juga alamat kantor, tutur Ari.
Namun demikian, Ari tak menampik jika hingga hari ini tidak ada penanda bahwa itu kantor. Dia pun juga tidak bisa menunjukkan jika sebelumnya sempat terpasang papan informasi yang menerangkan lokasi kantor.
Ada di kantor (dokumentasinya), dalihnya.
Lebih jauh, Ari menyebut bahwa Koko itu hanyalah sebagai mandor di perusahaan yang dipimpinnya. Alhasil nama Koko tidak dimasukkan dalam struktural perusahan.
Pak Koko hanya pekerja. Pak Koko sebagai mandor, jadi tidak dimasukkan dalam struktural jabatan, ungkap Ari.
Selain itu, Ari juga mengaku bahwa material lama yang difungsikan kembali sebagaimana penuturan pekerja, telah diketahui oleh Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk.
Ya mesti lah (diketahui Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk). Kan sebagai pengawas, urai Ari.
4. Tidak Ditemukan Informasi Kantor
Di hari sebelumnya, awak media sempat menelusuri alamat kantor CV Multi Tunas Mandiri, sebagai penggarap saluran drainase di Kelurahan Kartoharjo. Sebagaimana tercantum dalam laman LPSE Kabupaten Nganjuk, alamat perusaahan tersebut berada di Jalan Mayjend Sungkono No. 25 Desa Kauman, Kecamatan/Kabupaten Nganjuk.
Hanya saja, berdasarkan alamat tersebut, tidak ditemukan satu pun informasi yang menerangkan keberadaan kantor CV Multi Tunas Mandiri. Di lokasi tersebut, hanya terbangun satu bangunan yang menyerupai rumah pribadi.
Bahkan di dalam bangunan tersebut, tidak ditemukan aktivitas selayaknya kantor pada umumnya. Saat itu hanya ada dua orang. Di antaranya satu perempuan dan anak kecil.
Dijelaskan perempuan itu, dirinya tidak mengenal sosok yang bernama Koko. Dia hanya mengenal Ari, dan itu pun sebagai pemilik rumah.
Tidak ada yang namanya Pak Koko. Ini rumahnya Pak Ari dan ini anaknya, tutur perempuan yang ditemui awak media.
Lebih jauh, dia terkesan bingung saat ditanya perusahaan kontruksi.
Saya tidak tahu, mas, tambahnya.
5. Warga Setempat Bingung
Dikonfirmasi terpisah, beberapa warga yang berdekatan dengan lokasi itu pun juga menampakkan wajah bingung saat ditanya soal sosok Koko. Setahu dirinya, bangunan tersebut tidak pernah dihuni Koko.
Koko, Koko siapa ya? Rumah itu punya Pak Ari, beber beberapa warga setempat.
Warga pun juga bingung jika selama ini rumah tersebut dijadikan sebagai perusahaan.
Saya tidak pernah melihat di sini ada aktivitas kantor. Coba tanya langsung ke sana, mas, pungkas warga.
6. Tanggapan Aktivis LSM
Menyoal dugaan perusahaan yang terindikasi memiliki alamat kantor palsu alias fiktif, aktivis LSM Kabupaten Nganjuk Hamid Effendi menilai, bahwa hal tersebut bisa dikenakan pasal tindak pidana korupsi.
Fiktif ini artinya dari awal ada upaya untuk melakukan manipulasi, tidak terbuka. Yang aktivitasnya adalah niatnya melakukan kebohongan, ujar Hamit, saat dikonfirmasi, Jumat (14/7/2023).
Lanjut Hamit, jika dilihat dari implikasinya, antara pelaksana dan pemberi pekerjaan diduga terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa. Sehingga terindikasi terjadinya kongkalikong dalam proses ini.
Dengan demikian bisa saja dikenakan pasal tindak pidana korupsi. Karena masa iya dari panitianya tidak mengkroscek alamat itu benar atau tidak, kata dia.
Hamit juga menjelaskan, bahwasannya rumah dijadikan kantor apalagi ini kontraktor yang nilainya ratusan juta, maka itu harus ada plangnya.
Selain itu ada surat izin kantor dan semuanya harus jelas. Bukan hanya aktivitas perkantoran, tapi juga izinnya harus lengkap, tegas Hamit memungkasi pandangannya.
7. Soroti Material Bekas
Lebih jauh, ia juga menyoroti pengakuan para pekerja dan pelaksana pekerjaan yang menggunakan material bekas. Dikatakan Hamit, penggunaan material bekas ini menguatkan dugaannya bahwa pelaksana pekerjaan atau pemborong lebih mementingkan hasil yang didapat daripada menjaga kualitas dan mutu.
Lemahnya pengawasan dari dinas terkait mengakibatkan pengerjaan proyek tidak maksimal. Seperti halnya penggunaan material bekas sebagaimana disampaikan para pekerja dan pelaksana pekerjaan, tuturnya.
Terlebih pelaksana pekerjaan mengaku bahwa penggunaan material bekas ini atas persetujuan Dinas PUPR. Pertanyaannya, apakah benar demikian? tanya Hamit.
Dijelaskan Hamit, jika hal tersebut tidak benar, tentu hal tersebut menegaskan bahwa pengawasan dari dinas, untuk memastikan mutu dan kualitas suatu kegiatan atau proyek agar sesuai dengan RAB tidak maksimal.
Dengan demikian, keberadaan pengawas, konsultan, dan PPTK-nya juga patut dipertanyakan, sambung Hamit.
Oleh karenanya, Hamit juga mengatensi untuk membongkar kasus ini sampai ke akar-akarnya. Karena menurutnya, jangan-jangan hal itu sudah menjadi budaya dalam praktik jahat selama ini.
Kita berharap apa yang terjadi yang sekarang ini menjadi proses pembersihan, mulai dari hulu sampai hilirnya, harap dia.
Kalau terbukti terjadi penyimpangan, blacklist perusahaannya. Dan Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk juga harus mempertanggungjawabkan keputusannya telah menunjuk perusahaan tersebut sebagai penggarap proyek, pungkasnya.
( red/ gik)